RSS

MERIAH, PERAYAAN KUPATAN DI KUDUS


Bupati H. Musthofa Dalam Sebuah Perayaan Kupatan

KUDUS – Tradisi Kupatan di Kudus, untuk tahun 2013 ini serentak digelar di tiga titik terpisah. Perayaan kupatan yang biasanya  pada hari ketujuh setelah Idul Fitri tepatnya Kamis (15/8) lalu pengunjungnya mencapai ribuan orang pada setiap lokasi, sehingga perayaan kupatan ini diharapkan bisa menjadi medium sosialisasi budaya lokal kepada masyarakat. Kamis (15/8) pagi hingga siang pengunjung menyemut di lokasi syawalan Bulusan di Dukuh Sumber, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo. Mereka menyaksikan arak-arakan budaya yang mengisahkan sejarah Bulusan. Warga menyambut positif kirab Bulusan yang kali pertama digelar. Menurut penggagas acara, Aris Junaidi, yang juga Ketua Dewan Kesenian Kudus, seniman yang dilibatkan kurang lebih 150 orang. Mereka berasal dari berbagai sanggar seni di Kota Keretek. Pada tahun mendatang, acara kirab akan dimasukkan agenda wajib setiap Bulusan. "Kami menyediakan 15 ribu buah tiket untuk pengunjung. Acara ini dapat mendorong pemasukan desa jika dikemas menarik," ujar Ketua Panitia Bulusan, Kamludin.
Sementara itu, di Desa Kesambi puncak acara perayaan kupatan di Desa Kesambi, Kecamatan Mejobo juga dipadati pengunjung. Acara yang biasanya hanya dipenuhi sekitar 5.000 pengunjung itu, justru mampu menyedot 7.500 pengunjung. Ketua Panitia Lomban Kesambi, Muhammad Sofyan, mengatakan para pengunjung yang datang disuguhi pasar rakyat, kegiatan naik perahu bersama menyusuri sungai Piji, dan hiburan musik dangdut. Kegiatan ini menarik masyarakat di Kabupaten Kudus dan kabupaten Pati. "Karena Desa ini dekat dengan Kabupaten Pati, makanya daerah sekitarnya juga banyak yang datang ke sini," katanya.
Sosialisasi Budaya
Di tempat terpisah, yaitu tepatnya di Desa Colo Kecamatan Dawe, acara kupatan digelar meriah dengan merebutkan empat gunungan yang berisi ketupat, lepet, dan hasil bumi. Gunungan yang dipercaya ada unsur 'berkah' tersebut dikirab dari Makam Sunan Muria pada pukul 10.00 kemudian didoakan oleh para ulama dan sesepuh desa. Namun, sebelum serah terima gunungan kepada Bupati Kudus, masyarakat sudah berebut mengambil isi gunungan. Bupati Kudus, Mustofa, dalam sambutannya berharap acara ini dapat mengingatkan peran Sunan Muria dalam penyebaran agama Islam dan nguri-nguri tradisi kupatan, serta menjadi medium mengenalkan budaya lokal. "Parade Seribu ketupat ini sudah dilaksanakan lima kali, semoga masih bisa dilaksanakan," kata Kepala Desa Colo, Demung Khairul Falah.
Ketua Komisi B DPRD Kudus, Mas'an, meminta pihak desa dan Disparbud Kudus untuk memperhatikan tempat gunungan diperebutkan, karena saat digelar berada di tebing. Selain bisa membahayakan pengunjung, penempatan tamu juga terganggu. "Kami dukung terus dalam penganggaran parade kupat ini, namun lokasinya perlu dicarikan yang lapang, agar tak menimbulkan insiden. Kegiatan yang digelar H+7 lebaran ini, merupakan salah satu tradisi yang diwariskan oleh salah satu penyebar Islam di Tanah Jawa tersebut.
Warga yang datang di acara Parade Sewu Kupat Kanjeng Sunan Muria, Raden Umar Said  ini tidak hanya berasal dari wilayah Kudus saja. Namun juga dari kabupaten tetangga, seperti Jepara, Pati, Rembang, Semarang, bahkan Bali,"
katanya.  
Berdasarkan pengamatan langsung wartawan di lokasi, ribuan warga tampak memadati kawasan Colo, sejak pagi hari. Selain mengikuti acara Parade Sewu Kupat, warga juga menyempatkan diri berziarah ke makam Sunan Muria yang merupakan salah satu Walisongo.  Adapun prosesi Parade Sewu Kupat, diawali dari arak-arakan sejumlah gunungan, berisi kupat dan hasil bumi. Berbagai gunungan itu diarak dan menempuh jarak sejauh 1,2 kilometer dari makam Sunan Muria menuju kawasan wisata Colo. Gunungan itu, sedianya akan diberi doa terlebih dulu oleh tokoh agama setempat. Namun, belum sempat diberi doa, warga yang memang sudah merangsek ke tempat gunungan berusaha mengambil kupat dan hasil bumi yang ditempel di gunungan tersebut. Pihak panitia pun berusaha menenangkan massa. Sempat terjadi dorong-dorongan antar warga dan panitia. Saat doa yang dibacakan oleh tokoh agama setempat rampung, gunungan tersebut pun langsung diperebutkan warga.
Menurut Kepala Desa Colo, Demung Falah Parade Sewu Kupat ini sudah berjalan lama. Tradisi ini merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Sunan Muria yang merupakan salah satu penyebar Islam di Tanah Jawa. “Ke depan kita akan terus berupaya agar pelaksanaan Parade Sewu Kupat ini berjalan lebih baik,”kata Demung, kepada wartawan, di Kudus, Kamis (15/8).


Bupati Kudus Musthofa berharap, kearifan lokal ini terus lestari hingga ratusan tahun ke depan. Sejumlah infrastruktur terkait kawasan wisata religi Sunan Muria maupun Parade Sewu Kupat akan diperbaiki dan dimaksimalkan. “Misalnya lahan parkir akan kita perluas. Ini penting agar anak cucu kita tidak hanya sekedar tahu soal sejarah saja, namun juga meneladani perjuangan Sunan Muria,”tandasnya. (Mbarsidi/Hartono)

0 komentar:

Posting Komentar

Penerbitan Tabloid Wanita Kudus edisi perdana ini, tentu menjadi sejarah baru di Kabupaten Kudus. Dengan fasilitas sederhana, tentu tanpa mengurangi semangat kami untuk menampilkan Tabloid yang profesional dapat diterima oleh masyatakat khususnya kaum wanitanya. Satu dan lain hal, perjuangan kaum wanita saat ini sudah

WANITA KUDUS
Sopan Bahasa Santun Dalam Berita

Pemimpin Umum/Pemimpin Perusahaan : Mbarsidi. Penanggung Jawab / Pemimpin Redaksi : Soehartono, SH. Redaktur Pelaksana / Sekretaris Redaksi : Khoiruzzad. Reporter : Mbarsidi, Soehartono, Khoiruzzad, Saeful Anas, Agus Santoso. Fotografer : Agus Santoso. LayOut / Desain Grafis / Artistik : Saeful Anas. Biro Hukum : M. Ulin Nuha, SH. Manajer Keuangan : Masriah. Manajer Sirkulasi dan Iklan : M. Adib Himawan. Diterbitkan

Copyright 2009 Tabloid wanita kudus. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates